Peringatan Hari Pendidikan Nasional 2024 merupakan momen yang tepat untuk refleksi persoalan pendidikan di Indonesia. Kita tahu bahwa persoalan pendidikan di Indonesia begitu kompleks. Selain soal kualitas dan kesejahteraan guru yang masih belum sesuai harapan, salah satu persoalan pendidikan lainnya adalah minimnya tenaga kependidikan berstatus ASN yang bertugas mengelola keuangan (bendahara).
Implikasi dari kondisi ini, banyak guru yang kemudian mau tidak mau harus menjadi bendahara sekolah. Padahal jelas ditegaskan di Pasal 1 UU Nomor 14 Guru dan Dosen bahwa tugas guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Di sana tak tercantum bahwa salah satu tugas guru adalah “mengelola keuangan sekolah” seperti terjadi di banyak sekolah seperti saat ini. Guru pun tentu tidak mempunyai bekal kompetensi mengelola keuangan seperti seharusnya. Walhasil, guru yang ditugaskan sebagai bendahara harus belajar otodidak.
Tugas tambahan sebagai bendahara tentu tak sederhana. Menyusun perencanaan, melakukan pembelanjaan, dan menyusun laporan keuangan sekolah butuh fokus dan perhatian serius. Tak heran jika kemudian guru yang mengemban tugas sebagai bendahara sekolah mau tidak mau harus sering absen menunaikan tugas utamanya yakni mengajar di kelas. Kegiatan rapat sosialisasi BOS, audit keuangan, dan mengejar tenggat waktu laporan keuangan adalah sedikit dari kegiatan bendahara yang seringkali menyita waktu kegiatan mengajar. Seringkali juga pada bendahara harus bertugas di luar jam kerja seperti lembur hingga larut malam.
Dengan beban kerja seberat itu, ironinya guru yang bertugas sebagai bendahara sekolah tak boleh mendapat honor “resmi” karena terhalang peraturan. Belum lagi, tugas tambahan bendahara hanya dihitung ekuivalen dua jam mengajar. Berbeda halnya dengan tugas tambahan seperti wakil kepala sekolah atau kepala perpustakaan yang dihitung ekuivalen 12 jam pelajaran. Ilustrasinya, guru yang bertugas sebagai wakil kepala sekolah hanya tinggal mengajar 12 jam saja untuk memenuhi beban minimal 24 jam tatap muka per minggu karena 12 jam lainnya sudah didapat dari tugas tambahan wakasek.
Sementara itu guru yang menjadi bendahara, dengan beratnya beban tugas yang diemban, tetap harus mengajar dengan jumlah jam pelajaran yang banyak karena tugas bendahara hanya diakui ekuivalen dua jam. Artinya untuk memenuhi beban minimal 24 jam tatap muka, guru yang menjadi bendahara harus mengajar 22 jam. Pun dengan teman-teman guru kelas di SD/sederajat. Guru kelas yang menjadi bendahara sekolah tetap harus menjalankan tugasnya sama seperti guru lainnya.
Kewajiban memenuhi beban minimal 24 jam tatap muka sendiri diatur di Pasal 35 ayat (2) UU Nomor 14 Tahun 2015 tentang Guru dan Dosen. Jika itu tidak terpenuhi, maka hak tunjangan profesi gurunya tidak akan cair. Hal lain yang juga menguras mental guru yang menjadi bendahara adalah kekhawatiran bersentuhan dengan aparat penegak hukum. Sekalipun seorang bendahara tak berniat melakukan penyelewengan, iklim birokrasi yang masih banyak celah di sana-sini tak jarang memaksa mereka terseret ke dalam urusan hukum.
Peliknya beban yang diemban oleh guru yang mengemban tugas bendahara harusnya menjadi perhatian serius pemerintah. Jangan sampai kondisi ini dinormalisasi. Karena selain menzalimi teman-teman guru yang seharusnya bisa fokus dalam mengajar, kondisi ini menzalimi siswa karena seringkali ditinggal oleh gurunya yang sibuk mengurusi urusan keuangan.
Solusi yang bisa dilakukan; pertama, pada pengadaan ASN tahun ini pemerintah harus memberikan porsi khusus pada perekrutan tenaga kependidikan pengelola keuangan. Bagaimanapun, idealnya yang menjadi bendahara haruslah mereka yang berlatar belakang ekonomi atau akuntansi yang memang mumpuni untuk mengelola keuangan.
Kedua, bila perekrutan ASN untuk tenaga kependidikan pengelola keuangan masih terbatas, pemerintah harus memberi tunjangan khusus serta pengurangan beban jam mengajar pada guru-guru yang terpaksa masih merangkap tugas tambahan sebagai bendahara. Diharapkan dengan pemberian kompensasi tersebut, guru yang bertugas sebagai bendahara bisa bekerja dengan lebih tenang dan siswa di kelas tidak banyak dikorbankan.
Mohamad Rian Ari Sandi guru di SMKN Darangdan Purwakarta