Dalam kondisi tertentu, terkadang para pedagang dan pebisnis mengambil keuntungan yang sangat besar dari barang dagangannya. Bahkan bisa mengambil keuntungan hingga 100%, bahkan lebih. Sebenarnya bagaimana hukum mengambil untung besar dalam Islam, apakah boleh?
Dalam Islam, setiap pedagang dan pebisnis diperbolehkan untuk mengambil keuntungan dari barang dagangannya tanpa ada batasan tertentu dari syariat. Ia boleh mengambil keuntungan sedikit atau banyak hingga 100% atau lebih dari modalnya selama tidak ada unsur penipuan dan menzalimi orang lain.
Barangsiapa membeli barang dagangan, maka boleh baginya menjual dengan harga modal, lebih murah dari harga modal, atau lebih banyak. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Saw; Jika dua barang berbeda jenis, maka kalian juallah sesuai kemauan kalian.
Dari Urwah bin Abi Al-Ja’d Al-Bariqi, bahwa Nabi Saw memberikan uang satu dinar kepadanya agar ia membelikan seekor kambing untuk Nabi Saw. Lalu dia membeli dua ekor kambing dengan satu dinar tersebut, dan kemudian menjual satu ekor kambing itu dengan satu dinar. Sehingga dia datang kepada Nabi Saw dengan membawa satu dinar dan satu kambing.
Maka, Nabi Saw mendoakannya agar diberkahi dalam setiap jual-belinya. Sehingga, bila berdagang ia selalu untung, sekalipun yang dijual adalah segenggam tanah.
Meski pada dasarnya boleh mengambil keuntungan yang sangat besar, namun Islam menganjurkan agar persentase keuntungan yang diambil oleh pedagang atau pebisnis tidak melebihi standar pasar.
Jika melebihi dari standar pasar, maka keuntungan tersebut dinilai sebagai al-ribh al-fahisy atau keuntungan yang jelek dan Agama melarang pengambilan keuntungan yang jelek, yaitu keuntungan yang melebihi batas yang berlaku di tengah masyarakat.
Para ulama berbeda pendapat terkait ukuran pengambilan keuntungan yang jelek ini. Sebagian mengatakan, keuntungan yang tidak jelek atau keuntungan yang tidak ada penipuan dan kezaliman adalah keuntungan yang masih berada dalam batas 1/3 dari modal.
Sebagian mengatakan, masih dalam batas 1/6 dari modal. Sebagian lagi mengatakan, batasnya ditentukan pada kebiasaan masyarakat.
(Tim Layanan Syariah)