Syiar

Inilah Hasil Bahtsul Masa’il pada Konfercab VII NU Kabupaten Tangerang Soal UU Pesantren dan Judi Online

Avatar
113
×

Inilah Hasil Bahtsul Masa’il pada Konfercab VII NU Kabupaten Tangerang Soal UU Pesantren dan Judi Online

Sebarkan artikel ini
bahsul masail tsalis 1720411789

CURUG — Ini Hasil dan Rekomendasi BM Konfercab VII NU Kab Tangerang soal UU Pesantren dan Judi Online Bahtsul masail (BM) digelar dalam rangkaian Konferensi Cabang (Konfercab) VII Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Tangerang di Pondok Pesantren Miftahul Khaer, Kp Babakan, Sukabakti, Curug, Kabupaten Tangerang, Banten, Ahad (7/7/2024).

‘’Membahas penerapan Undang-Undang (UU) Pesantren Nomor 18 Tahun 2019 dan problematika judi online. Hasilnya sudah diplenokan, seperti disampaikan di sidang komisi,’’ ujar ujar Ketua Panitia H Muhamad Qustulani kepada NUOB di lokasi konfercab.

Sidang Komisi Keagamaan dipimpin oleh Kiai Sururi didampingi Ade Zainal Muttaqin, dan Muhammad Marzuki sebagai notulen. Dijelaskan dalam deskripsi masalah yang dibahas di antaranya bahwa UU Pesantren No 18 Tahun 2019 yang disahkan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) mengharuskan negara untuk menjaga dan mengembangkan pesantren. Kebijakan ini seharusnya selaras dengan pemerintah daerah yang diharapkan berani mengatur dan membantu maksimalisasi pesantren.

Namun, banyak daerah masih menganggap pesantren sebagai domain pemerintah pusat, sehingga jarang ada program pembangunan daerah yang menyentuh pesantren. Hibah dari pemerintah daerah seringkali bersifat sementara dan tidak berkelanjutan, tidak seperti pendanaan untuk lembaga pendidikan lain seperti SD, SMP, dan SMA.

Pertanyaan pertama yang dibahas adalah apa hukum pemerintah daerah apabila tidak merealisasikan UU Pesantren No 18 Tahun 2019 ditinjau dalam perspektif hukum fiqhi?

Hasilnya seperti yang disampaikan dan diketok oleh pimpinan sidang Qustulani dalam pleno bahwa hal tersebut dzalim (haram). ’’Pemerintah wajib merealisasikan UU Pesantren No 18 Tahun 2019 dengan catatan pemerintah daerah memiliki dana APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), pondok pesantren membutuhkan dana tersebut, dan pimpinan pesantren mau menerima dana tersebut,’’ kata Qustulani membacakan hasil bahtsul masail saat pleno.

Selain itu ada pertanyaan lain yang dibahas. Apakah terbitnya suatu peraturan di bawah UU menjadi suatu keharusan untuk memperkuat posisi dan peran daerah dalam membantu pesantren dalam perspektif hukum fiqih? Jawabannya, lanjut Qustulani, harus (wajib).

Lalu, apa hukum memilih kepala daerah yang tidak peduli kepada pesantren atau pendidikan agama menurut hukum fiqih.’’Wajib, apabila tidak ada pilihan lain. Jika ada pilihan lain yang lebih adil, maka wajib memilih yang lebih adil,’’ kata Qustulani membacakan jawaban.

Rujukan atau referensi dari jawab tersebut adalah Kitab Asybah wan Nadhair, Nihayatuz Zein halaman 112, dan Bughyatul Mustarsyidin halaman 165.

Oleh karena itu, lanjutnya, merekomendasikan pemerintah daerah wajib mengalokasikan dana APBD–dana hibah dan lain lain–terhadap pesantren sesuai dengan UU Pesantren No 18 Tahun 2019. Selain itu, mendorong pemerintah daerah untuk membuat peraturan daerah dan peraturan bupati terkait pesantren. Satu lagi rekomendasi yang diputuskan adalah pemerintah daerah memberikan kemudahan terhadap pesantren dalam urusan administratif.

Selain itu, bahtsul masail juga membahas judi online. Disampaikan bahwa problematika masyarakat akhir-akhir ini adalah judi online, termasuk di Banten dengan putaran uang mencapai Rp 1,3 triliun. Ironisnya, pemain judi online tidak hanya berasal dari kalangan umum, tetapi juga melibatkan pegawai negeri sipil (PNS), anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan perangkat pemerintah daerah. Hal ini sangat naif karena seharusnya mereka menjadi panutan, namun justru merusak moralitas umat.

Pertanyaan pertama, apa hukum judi online? Jawabannya, imbuh Qustulani, adalah haram. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana dosa dari pelaku judi online? Jawabannya, dosa besar.

Dan bagaimana dosa bagi para pejabat, PNS, anggota DPR, dan lainnya yang menjadi panutan namun melakukan judi online? ’’Dijawab dalam bahtsul masail bahwa itu dosa besar. Namun secara kacamata fiqih, mereka harus mendapatkan sanksi sosial yang lebih berat dibandingkan masyarakat awam,’’ jelasnya.

Referensi dari penetapan hasil tersebut diambil dari nash Al-Qur’an; QS Al-Baqarah: 219, QS Al-Maidah: 90-91. Selain itu, Kitab Is’adur Rafiq juz 2 halaman 102, Tuhfatul Muhtaj juz 4 halaman 238, dan Hasyiah Bujairimy ‘Alal Minhaj juz 4 halaman 376.

Rekomendasi yang dikeluarkan, imbuhnya, adalah pemerintah wajib menutup semua situs judi online, pemerintah harus memberi sanksi hukum terhadap semua yang terkait, dan pemerintah harus mengedukasi masyarakat akan bahaya judi online.

’’Keputusan ini diambil untuk memperkuat peran pesantren dalam pembangunan daerah dan menangkal dampak negatif judi online yang semakin merusak moralitas masyarakat,’’ tegasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, hasil Konfercab VII Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Tangerang memilih KH Entis Sutisna sebagai rais syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Tangerang masa khidmat 2024-2027. Sedangkan KH Hafis Gunawan dipercaya sebagai ketua tanfidziyah PCNU Kabupaten Tangerang periode sama.

Pemilihan rais syuriyah melalui ahlul halli wal aqdi (AHWA) yang berisi 5 orang yang sebelumnya dipilih oleh peserta sidang yang mempunyai hak suara dari 25 Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) di Kabupaten Tangerang. Mereka adalah KH Entis Sutisna, KH Irsyad Munir, KH Munawar Hanif, KH Saiful Aziz, dan KH Ardani Gomrowi. AHWA mufakat memilih KH Entis Sutisna sebagai rais syuriyah.

’’Semoga ke depan NU bisa eksis layaknya NU di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Semoga kita bisa membangun gedung NU sampai selesai, jangan terbengkalai,” ujar Kiai Entis saat sambutan usai terpilih.

Sedangkan pemilihan ketua tanfidziyah di tempat yang sama, sebanyak 25 MWCNU dari 29 kecamatan se-Kabupaten Tangerang secara aklamasi memilih KH Hafis Gunawan. Empat MWCNU di luar 25, menurut Ketua Panitia H Muhamad Qustulani, hanya sebagai peninjau, karena belum menggelar konferensi di tingkat kecamatan. Yakni, Cikupa, Tigaraksa, Mauk, dan Rajeg.

(Source ; NU Online)

Baca Juga:  Pemdes Sodong Gelar MTQ ke-4 Dirangkai Launching Perpustakaan Digital dan Mars Desa Sodong

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *