Hukum Kurban dari Orang yang Tidak Shalat dan Puasa
Berkurban adalah salah satu ibadah penting dalam agama Islam yang dilakukan oleh umat Muslim di seluruh dunia. Setiap tahunnya, umat Muslim merayakan Hari Raya Idul Adha dengan berkurban sebagai bentuk pengabdian kepada Allah SWT. Berkurban memiliki banyak faedah dan hikmah yang dapat diambil oleh para pelaku ibadah ini.
Dalam Islam, berkurban adalah ibadah yang diwajibkan oleh Allah SWT kepada umat Muslim. Melalui ibadah ini, umat Muslim berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan menaati perintah-Nya. Berkurban merupakan bentuk penghormatan dan ketaatan kepada Sang Pencipta, yang menunjukkan kesediaan untuk mengorbankan harta dan binatang yang dimiliki.
لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ
Artinya: “Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang muhsin.”
Di sisi lain, salah satu faedah penting dari berkurban adalah mengikuti jejak Nabi Ibrahim AS. Dalam sejarah agama Islam, Nabi Ibrahim AS merupakan sosok yang sangat patuh kepada perintah Allah SWT. Ia bersedia mengorbankan anaknya, Nabi Ismail AS, sebagai bentuk pengabdian dan ujian dari Allah SWT.
Namun, Allah SWT menggantikan Nabi Ismail AS dengan seekor domba sebagai korban. Melalui berkurban, umat Muslim mengikuti jejak kesabaran dan kepatuhan Nabi Ibrahim AS.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ
Artinya: “Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.”
Selanjutnya, berkurban juga memiliki faedah dalam memperkuat rasa kepedulian sosial. Ketika berkurban, umat Muslim diwajibkan untuk membagi daging hasil kurban kepada fakir miskin, anak yatim, dan mereka yang membutuhkan.
Hal ini bertujuan untuk meringankan beban mereka dan menunjukkan rasa empati serta persaudaraan antar sesama umat Muslim. Dengan berbagi rezeki, ikatan sosial di antara umat Muslim semakin erat dan solid. Simak penjelasan Syekh Muhammad al-Ghazi dalam kitab Fath al-Qarib [Beirut: Dar Ibnu Hazm, 2005] halaman, 311];
بِضَمِّ الْهَمْزَةِ فِي الْاَشْهَرِ, وَهِيَ اسْمٌ لِمَا يُذْبَحُ مِنَ النَّعَمِ يَوْمَ عِيْدِ النَّحَرِ وَأَيَّامَ التَّشْرِيْقِ تَقّرُّبًا إِلَى اللهِ تعالى
Artinya: “ḍad” dengan dhammah, jadi “udhiyah” dengan dhammah pada huruf hamzah menurut pendapat yang masyhur, pengertiannya nama untuk hewan ternak yang disembelih pada saat hari Idul Adha dan hari-hari Tasyriq, dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah”
Kemudian yang jadi persoalan adalah bagaimana jika yang berkurban orang yang tidak shalat atau puasa, apakah kurban tersebut sah? Pasalnya, tak jarang dijumpai di tengah masyarakat orang yang berkurban justru yang abai dengan perintah shalat wajib atau pun puasa Ramadhan, dalam kondisi ini sahkah puasanya?
Kurban Orang Tidak Shalat
Dalam agama Islam, shalat termasuk rukun Islam yang penting. Shalat adalah kewajiban yang dituntut oleh Allah SWT kepada setiap Muslim yang sudah baligh dan berakal. Shalat adalah sarana utama dalam beribadah kepada Allah dan merupakan cara untuk menghadirkan diri dalam ke hadapan-Nya. Shalat juga memiliki nilai spiritual yang mendalam dan memberikan manfaat bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan.
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT secara tegas memerintahkan umat Muslim untuk melaksanakan shalat. Surah Al-Baqarah ayat 45 menyatakan, untuk mendirikan ibadah shalat. Perintah shalat wajib hukumnya bagi seorang muslim;
وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرّٰكِعِيْنَ
Artinya: “Tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk”.
Ayat ini menunjukkan pentingnya shalat sebagai kewajiban yang harus dipatuhi oleh setiap Muslim. Berdasarkan prinsip-prinsip hukum Islam, seseorang yang tidak melaksanakan shalat dengan sengaja dan terus-menerus maka akan senantiasa mendapatkan dosa yang sangat besar kelak di akhirat.
Dalam konteks hukum kurban, seorang yang tidak shalat, secara hukum kurbannya sah. Pasalnya, keabsahan kurban tidak ada kaitan dengan seorang tersebut rajin shalat ataupun tidak sama-sekali, ataupun shalatnya bolong-bolong. Adapun syarat yang berkaitan dengan kurban ialah harus seorang yang beragama Islam, balig, orang yang mampu [kaya] dan berakal sehat. Apabila seorang yang melaksanakan kurban tersebut seorang muslim, berakal sehat, dan mampu untuk berkurban, maka kurban tersebut sah, kendatipun ia bukan seorang yang taat dalam shalat.
Ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah V, [Kuwait, Wazātu al Awqāfi wa asy Syuuni al Islāmiyah, 1987], halaman 79-81;
الشرط الاول: الاسلام، الشرط الثاني: الاقامة، الشرط الثالث : الغنى، الشرطان الرابع والخامس: البلوغ والعقل
Artinya: “Syarat pertama adalah Islam. Karena itu, kurban tidak wajib bagi non-muslim dan tidak disunnahkan bagi mereka. Ini karena kurban bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah, sementara non-muslim bukan bagian darinya.”
Lebih lanjut, Imam Nawawi dalam kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab menjelaskan syarat lain yang menjadi keabsahan kurban ialah hewan yang dijadikan kurban harus memenuhi tiga kriteria. Pertama, hewan yang sah dijadikan sebagai hewan kurban ialah binatang ternak. Ia berkata;
أما الأحكام فشرط المجزئ في الأضحية أن يكون من الأنعام وهي الإبل والبقر والغنم سواء في ذلك جميع أنواع الإبل من البخاتي والعراب وجميع أنواع البقر من الجواميس والعراب والدربانية وجميع أنواع الغنم من الضأن والمعز وأنواعهما ولا يجزئ غير الأنعام من بقر الوحش وحميره والضبا وغيرها بلا خلاف
Artinya: “Adapun hukum berkurban, maka syarat sah dalam kurban hendaklah berupa hewan ternak, yaitu unta, sapi, kambing, sama saja untuk setiap jenis unta tersebut tidak hidup di negeri Arab, maupun itu unta Arab. Dan dan juga setiap jenis sapi dari spesies sapi Arab, dan sapi Durban (daerah Afrika), serta setiap jenis kambing berupa domba, kambing kacang, dan spesies kambing dari jenis keduanya. Dan tidak memadai hewan kurban selain dari binatang ternak berupa banteng, keledai, dan selain keduanya, tanpa perselisihan pendapat.” [Imam Nawawi, Majmu’ Syarah al Muhadzab, Jilid VIII, [Beirut, Dar al Fikr , 1996, halaman, 393]
Kedua, umur hewan tersebut harus mencukupi. Untuk unta minimal berumur 5 tahun dan telah masuk tahun ke-6. Sapi minimal berumur 2 tahun dan telah masuk tahun ke-3. Domba usianya 1 tahun atau minimal berumur 6 bulan bagi yang sulit mendapatkan domba berumur 1 tahun.
أجمعت الأمة على أنه لا يجزئ من الإبل والبقر والمعز الا الثني ولا من الضأن الا الجذع
Artinya: “Telah sepakat ulama, bahwa tidak sah dari hewan kurban dari jenis unta, dan sapi dan kambing selain umur 2 tahun, dan tidak dari domba kecuali jaza’ah.”
Ketiga, hewan kurban tersebut seyogianya tidak ada cacat dan aib. Nabi bersabda;
أربعة لا تجزئ في الأضاحي : العوراء البين عورها , والمريض البين مرضها , والعرجاء البين ضلعها والأجفاء التي لا تنقى
Artinya; “Ada empat cacat yang tidak mencukupi dalam berkurban, Buta yang jelas, sakit yang nyata, pincang yang sampai kelihatan tulang rusuknya dan kurus yang tidak juga sembuh.” (HR. Imam Tirmidzi).
Pada akhirnya, meskipun kurban sah bagi orang yang tidak shalat, akan tetapi penting diingat menjalankan shalat secara rutin adalah bagian integral dari identitas Muslim dan sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pun shalat merupakan kewajiban seorang muslim pada Tuhan, yang seyogianya tidak diabaikan.
Pun dalam konteks kurban, seseorang yang ingin melaksanakannya sebaiknya memperkuat ikatan spiritualnya dengan shalat sebagai persiapan untuk melaksanakan ibadah tersebut dengan sebaik-baiknya.
Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat kajian Islam, tinggal di Ciputat