Eksistensi Satuan Perlindungan Masyarakat (Satlinmas), atau lebih populer dengan sebutan Hansip (Pertahanan Sipil) memiliki sejarah panjang dalam perjalanan NKRI.
Hansip pernah menjadi bagian strategis dalam menjaga keutuhan bangsa ini, di beberapa periode gonjang-ganjing stabilitas nasional.
Jejak sejarahnya banyak, bahkan ada salah seorang warga Kota Tasikmalaya yang masih menyimpan foto neneknya kala mengikuti pelatihan Hansip di era tahun 60-an.
“Jadi beberapa hari sebelum meletus G30S/PKI, warga Tasikmalaya termasuk nenek saya menjadi salah satu yang ikut pelatihan Hansip,” kata Uyung Aria warga Jalan Galunggung Kota Tasikmalaya, beberapa waktu lalu.
Uyung menjelaskan dilihat dari dokumen foto milik neneknya, pelatihan Hansip itu dilakukan pada 27 September 1965. Dia mengatakan saat itu masyarakat seperti sudah disiapkan oleh negara untuk menghadapi situasi darurat stabilitas nasional.
“Melihat foto-foto dokumentasinya, melihat berkas-bekas materi pelatihannya, itu pelatihan serius. Ada indoktrinasi, pelatihan menggunakan senjata, membuat dapur umum dan lainnya. Ternyata Hansip itu luar biasa, peran Hansip ketika itu sangat penting,” kata Uyung.
Dari dokumen yang dia miliki, Hansip pada saat itu berada di bawah kendali Departemen Pertahanan.
“Dulu kan Hansip berada di bawah Menteri Pertahanan, kalau sekarang berubah istilah menjadi Linmas dan berada di bawah Kementerian Dalam Negeri,” kata Uyung.
Dia mengaku bangga menjadi cucu seorang Hansip, sehingga saat ini dia berupaya untuk menjaga marwah Hansip tetap berwibawa. Meski pun dia sendiri melakukannya dengan sebuah gerakan yang jenaka. Dia berusaha memasyarakatkan penggunaan jaket Hansip dengan sebutan pasukan UHA alias Unggal Hajat Aya (ada setiap hajatan).
“Hansip saat ini kerap jadi lelucon, kerena perannya dianggap sebelah mata. Padahal jika merujuk sejarah Hansip, itu bukan main-main. Mereka sangat mencintai bangsa ini dan benar-benar Pancasilais. Saya menemukan perilaku itu di nenek saya yang memang seorang Hansip, namanya Hj Ikik Suhayi,” kata Uyung.
Dia mengaku tidak ingin menyesalkan atau menyalahkan siapa pun terhadap nasib Hansip atau Linmas saat ini. Baik menyangkut kesejahteraannya atau perannya yang kerap dipandang sebelah mata.
Uyung mengaku dia lebih memilih berusaha menggelorakan kebanggaan masyarakat terhadap Hansip. Alasannya Hansip telah banyak berjasa bagi Indonesia dan kiprahnya nyata bagi masyarakat.
“Aneh aja gitu, kita bangga berjaket militer Amerika sampai tahu ini seragam waktu perang Vietnam, ini perang Irak, ini Desert Storm dan lainnya. Saya ingin kita juga bangga memakai baju Hansip, inilah local pride kita. Hansip itu adalah bagian dari bangsa ini. Kita mau hajatan minta bantu Hansip, ada orang meninggal dunia minta bantu Hansip, ada apa-apa di lingkungan Hansip yang paling depan,” kata Uyung.
Bangga terhadap Hansip menurut Uyung bisa menjadi sarana untuk menggelorakan kecintaan terhadap negara.
“Jika sekarang ada program Komcad (komponen cadangan) di Kementerian Pertahanan, saya pikir itu pengulangan dari program Hansip,” kata Uyung seraya berharap pemerintah bisa memberikan perhatian lebih terhadap Hansip.
Sekilas Sejarah Hansip
Dikutip dari detikNews, keberadaan hansip sering kali dipakai oleh penguasa untuk memaksakan kehendaknya. Di masa damai, mereka menjadi bagian dari alat penekan, sedangkan di masa konflik hansip pun dipakai untuk bantuan tempur. Verena Beittinger-Lee, dalam ‘(Un) Civil Society and Political Change in Indonesia: A Contested Arena’, menuliskan bahwa hansip merupakan bagian dari pembentukan milisi sipil oleh negara.
Ide pembentukan hansip dibidani Jenderal AH Nasution pada 1961, tapi secara resmi baru dilakukan melalui Keputusan Presiden No 48 Tahun 1962. Keppres tersebut ditandatangani Presiden Sukarno 58 tahun silam, tepat hari ini, 19 April 1962. Sejak saat itu, hansip berada dalam koordinasi di bawah militer sebagai komponen pertahanan keamanan.
Jejak hansip dalam sejarah mulai direkam. Mereka antara lain terlibat dalam penangkapan anggota PKI pada 1965. Aksi paling cemerlang adalah penangkapan Letkol Untung di Tegal. Hansip ikut menangkap Untung yang dikira seorang copet dalam bus tujuan Semarang. Hansip juga ikut berperan dalam pertempuran dengan Pasukan Gerilya Rakyat Serawak/Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (PGRS/Paruku).
Pada 1972, pembinaan hansip diserahkan dari Menteri Hankam/Pangab kepada Menteri Dalam Negeri melalui Keppres No 56 Tahun 1972. Telegram bersama kedua menteri menyebutkan tiga unsur partisipasi hansip, yakni perlindungan masyarakat, kamra, dan wanra.
Toh begitu, hansip tetap terlibat dalam peperangan ketika konflik Timor Timur pecah. Buku ‘Chega 2’ yang dituliskan oleh Komisi Penerimaan, Kebenaran, dan Rekonsiliasi (CAVR) di Timor Timur menyebutkan beberapa data statistik mengenai penculikan dan pembunuhan Fretilin oleh hansip. Aksi ini terkadang dilakukan hansip sendiri atau bersama tentara.
Aksi hansip dalam pertempuran juga terekam dalam jurnal ‘Penelitian Politik Vol. 3 Tahun 2006 Papua Menggugat’, yang diterbitkan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Amiruddin al Rahab menuliskan hansip ikut dalam pengepungan markas Organisasi Papua Merdeka pada operasi Gagak 1 (1985-1986).
Mereka ikut dalam pengejaran OPM di Sektor B dengan area hot spot Nabire dan target operasi di Enarotali, Kebo, dan Ilaga. Aksi pengejaran ini memburu pimpinan OPM Daniel Kogoya, Tadius Yogi, dan Simon Kogoya. Sedangkan di Sektor C, Hansip turut serta dalam pengejaran pimpinan OPM Vicktus Wangmang.
“Dalam operasi Gagak 1 ini, Kodam mencatat 14 orang yang diduga OPM berhasil dibunuh dan 8 orang ditangkap bersama 2 pucuk senjata,” tulis Amiruddin.
Selain pertempuran, hansip menjadi alat politik bagi rezim Orde Baru di bawah Soeharto. Gerry van Klinken menuliskan, dalam ‘The Making of Middle Indonesia: Kelas Menengah di Kota Kupang 1930-an-1980-an’, hansip memiliki pengaruh besar di Kota Kupang sejak penangkapan simpatisan PKI. Mereka memerintahkan kepala desa menangkap aktivis Barisan Tani Indonesia, organisasi sayap PKI.
Saat mendekati Pemilu 1972, mereka pun dimanfaatkan untuk menggiring semua suara kepada Golongan Karya. “Gubernur El Tari menulis pada 1972 bahwa hansip adalah salah satu alat untuk menancapkan Orde Baru,” tulis Van Klinken.
Namun petualangan Hansip dalam pertempuran dan politik ini tak populer. Pamor mereka meredup pelan-pelan walaupun sering hadir di kampung-kampung. Kehadiran mereka lebih banyak dipandang sebelah mata, sekadar mengamankan acara-acara kampung dan hajatan masyarakat.
Redupnya hansip sendiri ditandai dengan penandatangan Perpres No 88 Tahun 2014 oleh Presiden Susilo bambang Yudhoyono. Perpres ini mencabut Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1972 tentang Penyempurnaan Organisasi Pertahanan Sipil (Hansip) dan Organisasi Perlawanan dan Keamanan Rakjat (Wankamra) dalam Rangka Penertiban Pelaksanaan Sistem Hankamrata.
Hansip pun terancam bubar. Koordinasi mereka kini ditampung Kementerian Dalam Negeri. Namun di daerah, mereka menunggu belas kasih kepala daerah karena hingga kini belum ada lagi payung hukum untuk mereka. Hansip pun sirna ditelan zaman.
(Source ; detik.com)